Carito lamo:Toluak Kuantan, Rondang paku palomak makan dan guru yang “killer itu”.Pada masa-masa sulit dahulu tahun 60 s/d 70-an kota Teluk Kuantan (Toluak) merupakan pusat pendidikan dimana banyak anak-anak dari luar daerah setelah tamat SLTP pergi melanjutkan sekolahnya di Teluk Kuantan, waktu itu baru ada beberapa sekolah setingkat SMA sekarang, seperti SPG, Madrasah Mualimin Muhammadiyah dan lain-lain.
SPG Negeri merupakan sekolah favorit waktu itu, sekolah yang mendidik calon guru sekolah dasar. Pada awalnya SPG merupakan gedung bekas sekolah Cina dahulunya, pada zaman Indonesia baru merdeka sekolah itu diambil alih oleh pemerintah Indonesia zaman Orde Lama dulu, namun SPG itu pun sudah tidak ada lagi, sekarang sudah menjadi Pasar Rakyat.
Kalau ditanya apa motivasi mereka melanjutkan sekolah di SPG, pasti mereka mengatakan supaya mudah dapat kerja menjadi pegawai negeri. Setelah tamat SPG mereka langsung diangkat menjadi guru, sehingga tidak heran banyak orangtua yang berlomba-lomba memasukan anaknya ke sekolah itu.
Walaupun pada waktu itu gaji guru jauh dari mencukupi untuk kebutuhan hidup sehari-hari, hanya cukup untuk satu dua minggu, tidaklah sebesar seperti sekarang ini, para orangtua tetap berkeinginan memasukan anaknya ke sekolah, itu supaya anaknya setelah tamat menjadi guru. Tidaklah berlebihan kalau Toluak dikatakan kota tempat mencetak guru sekolah dasar, karena memang pada umumnya orang Toluak berprofesi sebagai guru, terutama guru sekolah dasar.
Kalau kita lihat pada waktu tahun 70-an itu mulai dari Lubuk Jambi sampai ke Tembilahan setiap ada Sekolah Dasar pasti ada orang Toluak yang menjadi guru disitu. Sehingga ada pameo jika ada orang Toluak tersesat tidak tahu harus kemana di daerah Tembilahan (baca: Indragiri Hilir) ‘poilah ka sakolah nan ado di dokek itu pasti ado gurunyo urang Toluak’, itu pertanda orang Toluak memang dahulunya banyak berprofesi sebagai guru.
Ketika saya bermukim di Selatpanjang juga ada tokoh masyarakat yang mengatakan bahwa orang Toluak itu pintar-pintar, ketika saya tanya kenapa begitu pak..., ya memang orang Toluak (Teluk Kuantan) itu pintar-pintar katanya, sebut saja Bapak Abdoel Raoef yang pernah menjadi Wedana dulunya disini (maksudnya di Selatpanjang), Umar Usman dan tokoh masyarakat Toluak lainnya katanya. Mudah-mudahan apa yang dikatakan oleh bapak itu ada penggantinya, dan itu menjadi tugas kita semua terutama para pemuda agar perjuangan tokoh-tokoh besar masyarakat Rantau Kuantan supaya cita-cita menjadikan Rantau Kuantan Singingi maju dan makmur dapat tercapai.
Rondang Paku Palomak Makan
Kalau kita bercerita mengenai makanan yang sangat disukai pada waktu itu adalah ‘lomang, puluik kucuang, puti mandi, lopek inti dan rondang paku’. Paku yang dimaksud dengan paku disini bukanlah paku yang digunakan untuk membangun rumah, tetapi sejenis tumbuhan ‘pakis’ yang masa itu banyak tumbuh di Rantau Kuantan.
Rondang paku adalah sejenis masakan yang terbuat dari daun pakis yang dimasak dengan santan kelapa dan bumbu masak lainnya sampai santannya kering menjadi berupa rendang. Anak sekolah yang berasal dari Cerenti, Pangean, Simandolak, Lubuk Jambi dan sebagainya yang jauh dari kota Teluk Kuantan setiap hari Sabtu sore pulang ke kampungnya dan pada Minggu sore akan kembali lagi ke Teluk Kuantan menuntut ilmu seperti biasanya dengan membawa bekal untuk satu minggu berikutnya, tidak lupa rendang paku ikut dibawa karena rendang paku tahan untuk bekal selama satu minggu.
Di Teluk Kuantan mereka tinggal di rumah orangtua angkatnya, menyewa rumah sendiri atau bersama temannya. Desa sawah dan Koto mejadi tempat mereka tinggal yang disukai karena dekat dengan sekolah. Namun betapapun sulitnya masa itu anak muda Rantau Kuantan tetap menuntut ilmu sampai cita-citanya menjadi guru tercapai.
Guru yang ‘killer’ itu
Mengigat masa-masa menuntut ilmu dulu itu ada banyak suka dan dukanya. Ketika itu belum ada transportasi seperti sekarang ini dimana anak sekolah sudah memakai sepeda motor, dan jalan yang mulus beraspal. Transpotasi andalan pada masa itu adalah sepeda reseng (Bhs Inggris: rising) ataupun sepeda unto bahkan ada yang berjalan kaki.
Kalau berbicara mengenai suka dan duka menuntut ilmu, tentu banyak suka dan banyak pula dukanya, tetapi itu tidak menjadi penghalang untuk mencapai cita-cita yang mulia yaitu menjadi ‘Cikgu’. Kalau sukanya adalah pada saat diadakannya acara Pacu Jalur tradisional Rantau Kuantan pada bulan Agustus, kegiatan pacu jalur ini sudah ada semenjak zaman Belanda dulu.
Dahulunya pacu jalur diadakan saat setelah musim panen padi selesai, sebagai tanda syukur kepada Allah SWT masyarakat Rantau Kuantan mengadakan pacu jalur yang disebut ‘pacu godok’ karena setelah selesai acara pacu jalur biasanya masyarakat makan godok (sejenis kue) bersama-sama. Kemudian pada zaman penjajahan Belanda kegiatan pacu jalur diadakan untuk memperingati hari ulang tahun Ratu Wilhelmina, Ratu Kerajaan Belanda waktu itu, barulah setelah Indonesia merdeka pacu jalur diadakan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang diadakan pada bulan Agustus setiap tahunnya, dan sekarang pacu jalur sudah masuk kalender pariwisata nasional.
Kalau dukanya juga ada, menurut beberapa orang tamatan SPG waktu itu menceritakan kepada saya duka menuntut ilmu ketika itu adalah karena guru-gurunya terkenal disiplin dan tegas terhadap muridnya. Tersebutlah salah satu guru yang paling disiplin diwaktu mengajar, bila ada murid yang main-main dan tidak memperhatikan guru yang sedang menerangkan pelajaran pastilah dia akan mendapat ganjaran. Abdoel Munir nama guru itu, beliau mengajar mata pelajaran bahasa Inggris dan Seni Suara. Ia memang terkenal ‘killer’, Pak Muniang killer istilah mereka, bila ada murid yang tidak memperhatikan dipastikan akan dapat teguran bahkan tinju dan tamparan di pipi, tapi dia tidak pernah dendam dan sakit hati terhadap muridnya yang nakal, dia dengan senang hati tetap mengajar dan tidak bosan-bosannya menasihati murid-muridnya supaya nanti menjadi orang yang berguna bagi nusa, bangsa dan agama, dia adalah guru sejati...., pahlawan tanpa tanda jasa..., dia telah lama tiada, selamat jalan Cikgu,.. selamat jalan pamanku!